Mobile Edition

Sabtu, 07 Februari 2009

Lurus atau belok?

Ini cerita ketika saya dan 2 orang teman pulang ke kosan dari kampus. Lewat pintu belakang kampus kami berjalan ke arah Pasar Simpang Dago. Daerah ini lebih sering disebut Simpang
saja.



Di Simpang ini ada banyak angkot ke berbagai jurusan. Karena kami mau pulang ke kosan, tentu saja angkot yang kami pilih adalah angkot yang melewati Sekeloa (Jalan Dipati Ukur, sekitar kampus lama Unpad). Angkot pilihan kami bisa angkot jurusan Riung Bandung - Dago, atau Cicaheum - Ciroyom, atau Dago - Kalapa. Oya, angkot2 di Bandung tidak diidentifikasi dari nomor trayeknya, seperti di Jakarta; tapi lebih dari jurusan yang tertulis di kaca depan/belakang atau dari warna strip di body angkot2 itu.

Tidak seperti di Padang, dimana saya kalau naik angkot harus pilih yang full music, di Bandung kami tak pilih pilih angkot, apa aja deh, yang penting gak penuh penuh amat.
Di Simpang, angkot Dago Kalapa ada yang lewat Boromeus (dari Simpang harus lurus), ada juga yang lewat Dipati Ukur (dari Simpang mesti belok kiri). Jadi, kalau mau naik angkot Dago Kalapa kita mesti tanya dulu ke sopirnya, "A', lurus belok?". Si Aa' sudah tau tuh apa maksudnya. Bahkan, Si Aa'-pun bisa dengan serta merta mengubah trayeknya di pasar ini bila profile existing penumpangnya "sesuai" dengan belok atau lurus tadi. Umumnya orang2 lebih suka jika angkot Dago Kalapa itu lurus, sebab gak perlu muter ke DU (Dipati Ukur), lebih cepat nyampe BIP atau Kalapa. Sepertinya para supir angkotpun sudah tahu tentang behaviour customer di sekitar Pasar Simpang. Jadi, kalau ada penumpangnya yang bertanya "Lurus?" maka si sopir akan dengan semangat menjawab "Ya, lurus".
Karena kami ingin ke Sekeloa maka pilihan kami jatuh pada angkot Dago - Kalapa yang ada di depan kami, yang mudah-mudahan berencana belok kiri. Di antara kami, sayalah yang berinisiatif jadi juru bicara, bertanya ke Aa supir.
Entah kenapa saya begitu yakin kalau angkot itu bakal lurus, maka dengan sok-taunya saya bertanya, "Lurus ya, A'"?
Mendengar pertanyaan saya itu, si supir langsung senang, dan menjawab "Ya, lurus. Mangga A'".
Spontan si supir meminta penumpang lain untuk geser geser mengosongkan area buat kami.
"Punten, A', Neng, genep opat genep opat" (Maaf, Mas, mBak, enam empat enam empat), kata si supir ke penumpang2.
"Hayuk, A', masih muat", Aa' supir mempersilakan kami.
Hmm.. mulailah saya feeling guilty. Gak sempat mencari cara untuk menyembunyikan kebegoan, akhirnya saya jujur.
"Eee...punten A', saya kira mau belok", kata saya cengengesan.
Si Aa' bete. Secepat kilat angkot itu tancap gas.


(foto dari maludong_dot_com)

Tidak ada komentar: