Mobile Edition

Senin, 03 November 2008

Berkenalan dengan gitar... Kapok

Waktu saya masih SD, di rumah, selain saya, kakak dan adik, tinggal pula beberapa orang sepupu. Sebenarnya mereka tidak tinggal di rumah saya. Mereka kos tidak jauh dari situ, tapi sering main ke rumah.
Kakak saya, si Abang, sangat dekat dengan mereka. Mereka bicara tentang apa saja, musik, elektronika, novel, komik, dll. Sebagai seorang adik usianya jauh terpaut dengan mereka saya hanya bisa curi2 dengar apa yang mereka bicarakan atau ikut2an ngobrol. Sok tau aja :-). Salah satu yang paling saya minati dari aktivitas mereka di rumah adalah musik. Sepupu2 saya punya minat besar di bidang musik.



Singkat cerita, atas prakarsa mereka hadirlah sebuah gitar di rumah saya, sebuah gitar folk, mereknya Kapok. Entah kenapa mereknya harus Kapok. Tapi, belakangan saya tahu kalau tetangga saya lainnya juga punya gitar yang sama, Kapok juga. Mungkin dulu di sana hanya ada gitar dengan merek itu.

Si Kapok ini sendiri bukanlah gitar yang sempurna. Sempurna dalam arti sebenarnya. Head-nya patah tah tah, tapi bangkainya masih ada. Trus Si Abang cari cara agar gitar ini bisa dimainkan. Dia sambung lagi head yang patah ini ke neck-nya. Dengan menggunakan lem kayu, seng plat, dan ban-dalam sepeda jadi juga gitar "rekondisi" ini. Dengan senar seadanya gitar ini akhirnya mulai bebuni (baca: berbunyi).
Mulai saat itu, selain suara radio AM dari stasiun radio lokal, kamar saya (kami maksudnya) mulai ada suara lain: suara gitar. Persisnya, di sinilah awalnya saya kenal dengan gitar.

Tiga akor pertama yang saya tau adalah C, F, dan G (standar ya). Lagunya apa? Gak ada. Cuma tau 3 akor itu saja lalu jrang jreng gak jelas. Ambil gitar, C jreng, F jreng, G jreng, trus tarok lagi. Setiap hari begitu. Jari-jari jadi kapalan mencet akor2 itu. Akor C mendingan, gampang. Akor F paling susah. Akor G dibikin gampang aja, cuma main di freet ketiga senar 1 dan 6. Ya, cuma bisa itu.
Setelah sekian bulan dimana permainan gitar saya gak ada kemajuan, akhirnya si Kapok raib dari rumah (hiks). Ternyata ada juga yang minat.

Berbekal buku belajar gitar RE Rangkuti yang tertinggal ketika "paket Kapok" itu datang saya mulai ingin tau akor2 lain. Tapi bagaimana mencoba akor2 itu kalau gitarnya tidak ada? Untungnya orang tua saya cukup peka, mereka berinisiatif membelikan saya gitar ketika melihat saya membaca-baca buku itu sambil membayangkan cara mengatur jari-jari di fretboard. (kasian amat).
Setelah sekian lama tidak ada gitar di rumah, akhirnya saya dibelikan gitar, mereknya Ibanez. Harganya waktu itu kalo gak salah 53ribu, tahun 1991. Di label-dalam body gitar saya tulis tanggal beli dan harganya dengan pensil yang panjang via soundhole (hehe..niat). Harga segitu..asli gak ya? Gak tau ah, punya gitar saja saya sudah seneng.
Mulai saat itu saya belajar gitar ke si Abang dengan serius. Jadi tau akor2 lain. Sudah tau akor2 minor, plus cara pakainya. Si Abang juga mengajarkan gimana cara memetik gitar, bas-nya mesti gimana, nge-jreng yang enak gimana, dan seterusnya dan seterusnya.
Begitu permaianan gitar saya ada kemajuan satu gitar kayaknya gak cukup di rumah. Saya harus berbagi dengan Si Abang. Belum lagi kalau kita ketemu lagu bagus yang ritem dan bas enaknya di gitar yang berbeda, saya merasa ingin duet dengan si Abang dengan satu gitar lagi (mulai nih kepedean). Mungkin bisa lebih kaya nada yang muncul. Hmm.. coba saja kalau si Kapok masih ada.

Tidak ada komentar: